Mengulas Tentang Resep Masakan, Resep Pengobatan dan Informasi Lainnya

Islam Nusantara Aswaja - Bagian 2


Islam Nusantara Aswaja - Tradisi Terjemahan Arab Pegon:


Menurut kamus KBBI, pegon artinya "aksara Arab yang digunakan untuk menuliskan bahasa Jawa; 2 tulisan Arab yg tidak dng tanda-tanda bunyi (diakritik); tulisan Arab gundul". Inilah salah satu tradisi ngaji kitab kuning "Muslim Jawa" yang menggunakan teknik penerjemahan Jawa-Arab. Coba, yang mengaku "AHLI ARAB", terjemahan menggunakan bahasa apa dalam memahami suatu kitab? Paling Indonesia tok, bukan Indonesia-Arab. Mungkin Arab pegon Khas Sumatra, Khas Kalimantan, Khas lainya mungkin ada. Namun, di Cirebon sendiri, khususnya Buntet Pesantren Cirebon menggunakan Pegon khas Jawa. Kenapa memilih Jawa? Karena salah satunya agar alumni Buntet siap mondok di "Pondok Besar" yang ada di Jawa seperti Lirboyo, dll. Nah, bisa mengadakan "pegon Nasional" dengan bahasa Indonesia-Arab (tapi nanti tambah definisi mengenai pegon).






Islam Nusantara Aswaja - Jubah Potongan Khas Nusantara:


Ini sering digunakan "Kaum Sarungan". Bukan diartikan NU, tetapi di luar NU juga banyak yang sebagai kaum sarungan. Biasanya, bagian atas menggunakan baju lengan panjang dan bawahnya memakai sarung. Kalau wanita itu bawahannya memakai rok panjang atau sarung wanita (bisa disebut sarung tapih). Kalau dilihat dari jauh, persis seperti orang yang menggunakan jubah, apalagi disertai memakai imamah. Ada sebagian golongan mengatakan bahwa sarung berasal dari Hindu Jawa. Maka kita tanya, "Apakah celana cingkrang tidak mirip Kristen Belanda walau pakai jubah cingkrang?" Celana panjang cingkrang kan inspirasi dari orang Belanda begitu juga sarung berasal dari (mungkin) orang Jawa.






Islam Nusantara Aswaja - Tradisi Ber-Jas Solat Hari Raya:


Rupanya, secara khusus pemerintah, tidak memiliki baju khusus khas Indonesia untuk solat hari raya. Iseng saja, becanda. Coba perhatikan para pejabat, khsusnya presiden, rata-rata akan memakai Jas rangkap baju untuk melakukan solat hari raya. Dan di Cirebon sendiri pun demikian, rata-rata. Biasanya yang memakai itu orang-orang yang sudah memiliki jabatan tinggi di mata masyarakat. Memang tidak dilarang. Ini juga sebuah alternatif lain, bagaimana gaya "pejabat pemerintahan" dalam solat hari raya. Asal jangan lupa rakyat yang kesulitan baju.






Islam Nusantara Aswaja - Tradisi Sedekah Bumi:


Sesuai bahasa, "Sedekah Bumi", memang terlihat baik. Namun, mungkin, setahu saya, justru melakukan sedekah dengan cara yang tidak benar. Misal, dengan bersedekah mengubur kepala kambing, sapi atau lainnya. Maka dari itu, proses sedekah bumi harus dialihkan, diganti, yaitu dengan memberikan sedekah untuk ternak ayam, sapi atau ternak ikan. Dalam memberikan sedekah bumi, bisa menyesuaikan dengan makanan ternak. Atau sedekah bumi bisa dimaknai "Membumikan Sedekah", jadi yang benar-benar diurus adalah kaum fakir, miskin yang derajat dunia mereka berada di bawah, seperti bumi. Hal yang baik tentunya, memperbaharui niat dengan benar.






Islam Nusantara Aswaja - Budaya Pewayangan Nusantara:


Saya dahulu senang melihat wayang golek, khas Jawa Barat. Namun ketika ada adegan muntah, kepala jadi mumet dan tidak mau melihat wayang golek. Adegan wayang, benar-benar adegan yang hanya menandalkan benda wayang. Kalau pewayangan orang, lebih modern yaitu di dunia film, melakukan adegan ya harus melibatkan orang sungguhan. Bagaimana bila adegan ciuman? Apakah wayang akan dihukumi berbuat dosa ketika adegan ciuman? Tidak! Nah, berbeda kalau adegan ciuman antar orang, yang bukan mahram, maka akan dihukumi dosa walau adegan dengan orang yang dianggap orang tuanya. Pewayangan sebenarnya sebagai sarana dakwah Islam waktu di zaman Sunan Wali. Sekarang, pewayangan sudah bercerita vulgar. Alasannya, gak ada yang minat dengan wayang. Gak harus selamanya budaya dunia itu berdaya. Maka perlu buat budaya baru, khas Indonesia, yang lebih baik.






Islam Nusantara Aswaja - Sang Kiai, Tokoh Nusantara:


Mulut alergi "Bid'ah" biasanya latah mengucapkan bid'ah pada istilah atau amaliyah. Tak heran, sebutan gelar "Kiai" pun dianggap "Bid'ah", karena gelar tersebut tidak ada di zaman rasul. Kalau mau main bid'ah-bid'ahan, maka sebutan gelar ustad pun tidak ada di zaman rasul. Tidak pernah para sahabat di sebut Ustad Umar, Ustad Utsman, Ustad Ali. Coba, beranikah embel-embel ustad di hapus karena itu bid'ah? Itu gelar dunia yang memiliki keuntungan tersendiri. Gelar ustad, adalah gelar mulia, sehingga orang yang diberi gelar "Ustad" maka ia adalah orang mulia. Bisa banggalah sang ustad, diberi julukan "Yang Mulia".






Islam Nusantara Aswaja - Peci Hitam Nusantara:


Peci hitam sudah menjadi tradisi Muslim Nasional. Walau, banyak juga peci sejenis khas tiap daerah Indonesia. Di Jakarta, orang Kristen kalau merayakan Natal memakai peci "Hitam". Karena menurut ajaran mereka pun tidak ada pelarangan khusus, setahu saya. Kecuali, orang Islam merayakan hari raya khas Natal, memakai pakaian mirip pastur, dan lainnya yang mencirikan ajaran agama lain, maka tidak boleh karen ada pelarangan. Apakah tidak ada makna toleransi? Lah, orang Kristen yang baik yang memahami perbedaan ajaran agama pasti akan mengerti. Namun ada catatan: sifat manusia berbeda-beda, maka pahamilah Psikologi dalam membahas kesamaan dan perbedaan agama.






Islam Nusantara Aswaja - Tradisi Ketupat Idul Fitri:


Lupa tentang makna dari ketupat. Intinya adalah ini sebuah suguhan makanan khas hari raya Idul Fitri. Kalau di Buntet Pesantren Cirebon, tradisi ketupat tidak di hari Idul Fitri, tetapi di hari syawalan atau disebut "raya kupat", hari untuk menyambut para santri dan orang tuanya. Di hari raya kupat atau hari syawalan, akan datang para santri dan orang tuanya untuk silaturahmi ke pondoknya (atau disebut asrama) masing-masing. Karena tradisi ini cukup merih, banyak tamu, seperti biasa hidung pedagang tajem-tajem yang akhirnya berjualan di situ sampai mendapat istilah "Jawa Gendong", walau tidak paham maknanya. Ketupat pun sudah menjadi tradisi untuk selametan bulan ke empat bayi dalam kandungan.






Islam Nusantara Aswaja - Menjaga Tradisi Baik dan Ambil Tradisi Baru Yang Baik:


Coba, kenapa ada Islam modern? Kok, berani sekali berkata, "Modernisasi Islam". Memang Islam gak modern? "Islam ya Islam saja," katanya. Tapi kok ada Islam modern? Islam itu agama tradisional, sejak Nabi Adam sudah ada Islam dalam segi "Teologis". Nah, Islam Nusantara Aswaja untung sekali tidak berkata seperti itu. Kalau memiliki prinsip: Ahlussunnah Wal Jama'ah Asyariah, Sufiah, Syafi'iyah, maka (Insya Allah) tidak akan bingung memahami tradisi dalam Islam dan Islam dalam tradisi.






Islam Nusantara Aswaja - Kitab Sosial-Budaya Nusantara Di Pesantren:


Kurangnya karya tulis mengenai sosial-budaya Nusantara yang bernafas Islam yang diajarkan pondok pesantren, membuat para alumni hanya sekedar menjalani sesuatu yang sudah menjadi tradisi namun tidak tahu hakekat tradisi yang dilakukannya. Sebagai contoh, tradisi "Tahlilan". Apa sih tentang pengetahuan tahlilan? Paling yang mengetahui hakekat tahlilan dan caranya hanya orang yang sudah mondok belasan tahun. Seharunya, pesantren memiliki karya yang membahas seputar ini, atau mengandalkan karya orang lain yang sudah beredar. Tujuannya, bila ada golongan yang mencoba mengusik tradisi tahlilan, maka sudah tahu apa yang harus dilakukannya.






Islam Nusantara Aswaja - Kolaborasi Kitab Impor Untuk Buku Pribumi:


Di luar sana mencoba mempribumikan kitab keislaman impor, dalam arti meng-indonesia-kan kitab impor (kitab kuning Arab). Justru akan tidak tahu dengan keadaan teks asli. Apalagi kondisi pemikiran orang-orang berbeda, bila terjemahan sudah dirubah dengan pembahasan sendiri, maka bisa akan lain. Maka cara yang terbaik adalah membangun karya kitab karya pribumi hasil kolaborasi kitab Impor. Artinya, membuat karya tulis, bukan meng-indonesia-kan kitab klasik bahasa Arab. Bila masalah membahas solat, maka berbagai kitab kuning yang membahas solat bisa digabungkan menjadi satu. Banyak sekali, orang paham solat namun tidak tahu perkembangan dan perbedan dalam soal solat walau dalam satu madzhab (Syafi'i).






Islam Nusantara Aswaja - Apakah Berbeda, Adab Pada Kitab dan Buku Islam?:


Kitab, menurut tradisi adalah sebuah karya tulis yang bertuliskan Arab. Kitab biasanya membahas masalah persoalan agama. Buku, menurut tradisi biasanya adalah sebuah karya yang bertuliskan bahasa Indonesia atau Inggris. Buku biasanya membahas berbagai hal, termasuk buku keislaman. Namun, apa yang terjadi dengan perlakukan terhadap dua media karya tulis? Banyak orang yang hanya memperlakukan dengan hormat pada "Kitab" namun seolah tidak memperlakukan dengan hormat pada "Buku" walau isinya ada dalil2 berbahasa Arab. Saya kira, perlu perlakukan sama. Bahkan, kalau membahas Ilmu Umum, selagi tidak bertentangan dengan Islam, maka perlu dihormati buku tersebut. Itulah adab yang justru diajarkan kitab Ta'lim Muta'allim dan lainnya.






Islam Nusantara Aswaja - Adakah Identitas Desain dalam Baju Muslim?:


Aneh, ketika ada identitas dalam baju muslim (bukan muslimah) dengan ciri-ciri yang di luar ajaran Islam. Sering, kalau dikatakan baju muslim, ya salah satunya desain baju berjenis "koko". Kalau mau jujur, itu kan inspirasi baju orang Cina. Tapi, baju biasa yang jelas-jelas sama, namun seperti tidak dianggap baju muslim. Inilah kesalahan pikir orang Islam Indonesia. Untuk itu, perlu menjelaskan bahwa baju daerah yang menutup aurot, tidak ketat, tidak merayang, dan tidak ada gambar yang bertentangan dengan agama pun dianggap baju Muslim. Pokoknya, jangan mengambil alih identitas baju muslim ke baju jenis desain tertentu.






Islam Nusantara Aswaja - Adakah Identitas Bahasa Dalam Musik Islami?:


Aneh, ketika alat musik rebana menyanyikan lagu Arab "Magadir" maka akan dianggap musik islami. Padahal, makna dari lagu "Magadir" adalah katanya lagu peluapan tentang gejolak syahwat dirinya. Namun ketika lagu Jawa, Sumatra, Sunda, menyanyikan tentang "Kasih Ibu" dengan musik-musik khas daerah yang mirip rebana namun "katanya" tidak dianggap Islami. Ini kesalahan pikir orang Islam Indonesia. Perlu penjelasan khusus mengenai musik, karena penjelasan untuk musik islami memang panjang. Salah satu cirinya adalah tidak mengudang "syahwat". Bagaimana dengan lagu Arab "Magadir"? Ya, untung saja tidak mengerti maknanya, kalau paham, bisa nge-nes dan bergejolak syahwatnya.






Islam Nusantara Aswaja - Adakah Identitas Bahasa Dalam Nama Islami?:


Ada judul buku dengan judul "Nama-Nama Bayi Islam". Pas dilihat, munculnya nama Arab semua. Memang bagus, menamai dengan bahasa Arab dengan makna yang bagus. Tapi jangan dianggap yang islami itu nama yang berbahasa Arab. Nama dalam bahasa apapun, kalau maknanya bagus dengan niat yang bagus sesuai syareat, maka dianggap nama Islami. Percuma saja menamakan "Islamil", walau artinya bagus namun yang kebayang adalah agar mirip artis bernama Ismail. Walau bernama "Abdi Pengasih" (Abdurahman), dengan tujuan agar mudah bersedekah, berbaik hati pada sesama, dll maka akan mendapatkan keberkahan dari pemberian nama.






Islam Nusantara Aswaja - Adakah Identitas Bahasa Dalam Panggilan?:


Katanya, terkesan islami kalau sudah memanggil "Ana", "Ukhty", "Umi", "Abi". Bukan, itu bukan simbol keislaman. Ini sekedar alternatif panggilan. Tidak wajib, tidak sunnah panggilan khas Arab. Panggil "Isun", "Saya", "Aku", "Reang", "Enyong", kalau niatnya bersyukur karena fitrahnya seperti ini, justru bagus. Percuma saja panggil "Ana", "Ukhty", "Umi", "Abi", tapi buat kesombongan, pembeda-beda muslim, buat panggilan sayang ke PACAR katanya islami (abi-umi), dll.






Islam Nusantara Aswaja - Arabisasi Bahasa Khas Nusantara:


Patut diakui, bahasa Arab memiliki keistmewaan. Di samping sebagai bahasa di Surga, katanya, juga bahasa yang diucapkan Nabi SAW. Jadi, ada keberkahan tersendiri bila kita mempelajari bahasa Arab. Tetap, niat mempelajari Bahasa Arab disambungkan kepada Nabi SAW bukan karena artis Arab. Banyak sekali jasa bahasa Arab dalam mengkayakan kosakata Indonesia. Tentu, ini jasa para ulama dulu, yang mencoba mengarabisasi bahasa dan berubah menjadi bahasa Nusantara. Banyak sekali arabisasi untuk menjadi bahasa Nusantara, sampai sulit dihitung.






Islam Nusantara Aswaja - Arabisasi dan Pribumisasi:


Ada yang estrim kiri, yang seperti hal-hal yang bersimbol Islam dikira "Arabisasi". Ada yang esktrim kanan, yang seperti hal-hal yang bersimbol tradisi dikira "Pribumisasi". Kalau sudah estrim, ya serba "berlebihan". Islam Nusantara Aswaja adalah sebagai upaya kolaborasi Arab-Nusantara, yang saling melengkapi. Pada hakekatnya akan menjurus pada "Muhamadisasi" bila memang mau berbau Islam. Maka perlu rumusan dalam Islam Nusantara yaitu dengan rumus: Syafi'iyah, Asyariyah, dan Sufiyah. Walau sudah menggunakna rumus ini, jangan mencoba-coba membuka ijtihad sebebas-bebasnya.






Islam Nusantara Aswaja - Islam Tentu Serba Arab:


Tidak dikatakan semua yang berbau Arab adalah Islam. Abu Jahal berbahasa Arab tetapi bukan orang Islam walau ia percaya bahwa Nabi SAW adalah Rasul. Namun kalau sudah Islam, pasti serba Arab yang terkondisikan secara kajian ilmiah. Ingat, Islam serba Arab bukan serta-merta menganggap begitu namun sudah diatur sedemikian rupa sesuai kajian Ilmiah karena Islam adalah sumber ilmiah. Dan tentu, kita perlu sebuah kajian ilmiah yang berdasarkan pakar yang memahami Islam dan Arab. Sehingga disinilah "Wajib" bermadzhab dari salah satu 4 madzhab agar paham Islam Arab atau Arab Islam. Bila Islam Arab, tentu tradisi Islam khas Arab. Bila Arab Islam, berarti orang Arab yang mengikuti Nabi Muhammad. Tentu, bila Islam Nusantara, maka maknanya adalah tradisi Islam khas orang nusantara. Bila Nusantara Islam, berarti orang nusantara yang mengikuti Nabi Muhammad. Gitu aja kok repot.






Islam Nusantara Aswaja - Islam Nusantara Memecah-Belah Umat?:


Nusantara besarnya seberapa sih daripada kampanye "Modernisasi Islam" yang membuat muslim dunia keyakinannya terkoyak dalam memilih salah satu madzhab dan membuat terpercah antar kaum modernis sendiri? Banyak kaum modernis sekarang menjelma menjadi kaum yang seakan "Menjaga Persatuan". Giliran ditanya, "Boleh Akidah Asy'ariyah?" malah dijawab dengan sangat bagus, "Kok Asy'ariyah? Aqidah Ya Sesuai Al-Qur'an dan Sunnah". Belum paham bahwa maksudnya adalah bermadzhab Asy'ariyah. Dan bila dalam dialog mereka terdesak akan berkata, "Mau Asy'ariyah boleh, Mau Salafi boleh, ini sebuah perbedaan". Ya, kalau begitu antum agak mirip jaringan liberal. Jadi inginnya persatuan Islam adalah versi mereka. Lah, kami pun menginginkan persatuan versi kami.






Islam Nusantara Aswaja - Men-jawa-kan Kalender Islam:


Bagi orang Jawa dulu, bahasa Arab susah diucapkan dan susah diingat. Tentu, saking inginnya para ulama dulu mengenalkan Islam berupa kalender Islam, akhirnya berinisiatif membuat perubahan bahasa kalender. Apakah ini sebuah hal yang terlarang? Terpenting adalah substansi dari tiap bulan dan adanya kesamaan perjalanan kalender, karena yang berubah hanya nama saja. Misal, Hijriah diganti Suro, Ramadhan diganti Poso, Rajab diganti Rejeb, dan lainnya. Ini sebagai alternatif pengenalan kalender Islam versi nama Jawa.






Islam Nusantara Aswaja - Tradisi Penting Tiap Perjalanan Bulan:


Dalam mengislamkan nusantara, ulama dulu sepertinya punya alternatif jitu yaitu dengan membangun tradisi keislaman di setiap perjalanan bulan. Ini benar-benar membuat alam bawah sadar benar-benar diputar-putar alias diulang-ulang oleh bulan keislaman yang berisi tradisi keislaman. Kalau di bulan Hijriah (Suro) maka membangun tradisi 10 Suro, di bulan Rajab (Rejeb) membangun tradisi Rajaban (Isro Mi'roj), di bulan Syawal (Sawal) membangun tradisi Sawalan, di bulan Maulid (Mulud) dibangun tradisi Muludan, dan lainnya. Hal ini menginspirasi umat Islam dalam menulis sesuatu sesuai bulan.






Islam Nusantara Aswaja - Islam Ramah Bukan Islam Marah:


Orang kampanye "Islam Ramah" tetapi pekerjaannya marah-marah terus, apalagi memarahi orang yang telah menghina tuannya (manusia). Ini bagaimana? Punya slogan bagus tetapi tidak punya ilmu dan amal, ya percuma saja. Jujur saja, melihatnya saja menjadi serem ketika keramahannya adalah bentuk kemarahan. Bagaimana bentuk kemarahannya? Bisa jadi gempa Indonesia raya. Tapi girilan bergaul dengan orang selain Islam, ramahnya bukan mainan, sampai kebablasan bermain permainan agama. Kalau begini ceritanya, ini bukan Islam Nusantara wariasan orang Islam dulu, tetapi Islam Nusantara warisan penjajah Belanda. Toleransi itu dengan ilmu, dan ilmu itu bervariasi, bukan hanya ilmu "Natal Bersama".






Islam Nusantara Aswaja - Dialog Perbedaan Islam-Non Islam Nusantara:


Kedamaian dan persatuan ada dalam perbedaan, ini rumus yang diajarkan "Bhineka Tunggal Ika". Kalau mengingkari, belajar lagi saja. Ketika perbedaan itu menimbulkan konflik, maka perlu adanya "dialog perbedaan" alias musyawarah agar saling memahami. Maka ketika dialog perbedaan mengharuskan mengambil keputusan maka disinilah makna "Keadilan Sosial" dibutuhkan. Apa sih makna adil? Adil itu tidak harus sama namun berbeda dalam konteks kesamaan dalam pemberian keadilan. Sebagai contoh pemberian keadilan yang berbeda, yaitu sama-sama menghargai ibadah mereka tanpa perlu "Jilatan Gulasem" (Gula-Asem), artinya tidak perlu memberi sambutan, ikut merayakan dan sebagainya namun faktanya masih beragama lain dan menimbulkan persaingan juga walau mengatasnamakan Pluralisme Agama.






Islam Nusantara Aswaja - Hak Pencalonan dan Pemilihan:


Sebagai kasus hak pencalonan Gubernur Jakarta yang mengalami kontroversi karena ada calon "Non Islam", maka status masih sebagai "Hak Pencalonan" bukan "Hak Kepemimpinan". Selagi masih ada teknik pemilihan umum maka Hak Kepemimpinan diserahkan pada keyakinan para pemilih. Inilah yang benar. Maka dari sinilah banyak "Pemutarbalikkan" demi untuk mendapatkan suara terbanyak. Sebagai seorang Muslim, seharusnya tahu dan diberikan hak memilih pemimpin yang sesuai dengan keyakinannya. Hal ini jangan dipolitisir mengatasnamakan membalas politisir yang lain. Karena Hak Pemilihan didasarkan pada "Sila Ketuhanan Yang Maha Esa". Siapa pemimpin yang meyakini dualisme ketuhanan atau bukan hakekat Tuhan walau monoteisme, maka "Haram Dipilih" bahkan bisa "Kafir".






Islam Nusantara Aswaja - Sila Ketuhanan Yang Maha Esa:


Kita patut berterimakasih kepada pencetus Pancasila yang mengurutkan sila pertama dengan sila "Ketuhanan Yang Maha Esa". Tujuannya untuk menjaga NKRI dengan selain non Muslim, namun di sisi lain justru menguntungkan "Orang Islam" itu sendiri, dalam konteks politik. Tanpa bermaksud menutupi - bisa dikatakan menipu - namun faktanya seperti ini yang disepakati dalam perjanjian dahulu. Namun ini keadilan, mengingat yang menjadi mayoritas adalah Muslim ketika itu. Kenapa dianggap menguntungkan orang Islam itu sendiri? Kalau dikaji secara teologis, maka orang Islam yang diuntungkan adalah "Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyah". Walau orang Islam, namun khayalannya masih seperti "dualisme Tuhan", menganggap Tuhan berjisim, tentu konsep "Ketuhanan Yang Maha Esa" diragukan.






Islam Nusantara Aswaja - Liberal Terjebak Ide Sendiri:


Katanya Islam Nusantara adalah ide kelompok liberal, menurut isu yang berkembang. Bahkan dikalangan NU sendiri banyak yang tidak setuju ide Islam Nusantara walau PBNU sendiri menyetujui hal ini. Walau secara politik, ide ini berasal dari kelompok liberal, namun secara kultur sudah ada sejak dahulu mengenai Islam Nusantara. Kalau kelompok liberal menawarkan ide Islam Nusantara, justru akan terjebak ide sendiri. Kenapa? Karena mereka belum memiliki kejelasan konsep Islam Nusantara sedangkan secara kultur, konsep Islam Nusantara adalah mengacu pada manhaj yang sudah umum dianut kalangan nahdiyin dan kalangan lainnya. Konsep yang sering digunakan adalah berdasarkan 3 Unsur: Fiqih, Akidah, dan Tasawuf. Biasanya akan menganut sistem madzhab dalam konsep Islam Nusantara yaitu: Syafi'iyah, Asy'ariyah, dan Ghazaliyah.






Islam Nusantara Aswaja - Upaya Penguatan NKRI:


Indonesia yang katanya beridiologi Pancasila namun lemah dalam hal-hal praktis kepancasilaan. Terbukti, banyaknya liberalisasi pemikiran, baik dari kalangan moderat, radikal atau liberal yang tidak bisa dibendung secara benar dan sering terjadi konflik di segala hal. Tentu, secara teori Bhineka Tunggal Ika, maka bangsa Indonesia akan menjadi "mandul" karena memang tidak ada persatuan yang benar dalam perbedaan untuk memajuan Indonesia. Resiko, tentu akan mengancam keutuhan NKRI itu sendiri. Solusi adalah segera membuat keputusan yang benar, mana yang menjaga NKRI dan mana yang merusak NKRI.






Islam Nusantara Aswaja - Penipuan Atas Nama Dakwah:


Adakah di bulan Romadhan terjadi penipuan yang mengatasnamakan lomba untuk dakwah? Orang tertipu pun bingung, karena mengikuti lomba karena dakwah. Dan kasus penipuan atas nama dakwah sudah banyak terjadi di Indonesia. Termasuk penipuan atas nama dakwah adalah pemutarbalikkan fakta kebenaran. Seperti kasus Buya Yahya (Pengasuh Lembaga Dakwah Al-Bahjah Cirebon) yang mendirikan dakwah tentang Maulid dan mengadakan acara maulid di alun-alun Cirebon ketika tahun baru namun diputarbalikkan sebagai orang yang merayakan tahun baruan, menyalkan kembang api, teriup terompet, dll. Jelas, ini penipuan atas nama dakwah.






Islam Nusantara Aswaja - Gejolak Dunia Yang Menghawatirkan:


Kalau belum berjiwa sufi dalam diri sang pendakwah, sang politisi dan lainnya, saya rasa akan diragukan kualitas perjuangan dalam menegakkan Islam di Indonesia. Pada hakekatnya, perebutan kekuasaan hanya faktor "Dunia". Bila belum dipangkas masalah kepentingan dunia, berbagai solusi pun tidak seperti tidak akan ada gunanya. Orang ribut solusi mengatasi banjir ketika datang banjir namun panggal banjir tidak diatasi maka percuma saja.






Islam Nusantara Aswaja - Benarkah Tidak Menyesatkan dan Mengkafirkan?


Sebagian orang tidak mudah mengkafirkan dan menyesatkan ajaran lain, bahkan menganggap semua juga benar karena datang dari Tuhan. Terkesan bagus kebenaran mereka, damai, namun pernahkan berpikir, "Bagaimanakah definisi kafir dan sesat menurut mereka?" Nah, bisa mencoba mengetes defenisi mereka. Bila memang tidak punya definisi "kafir" dan "sesat", maka bila mereka mengecap seseorang sebagai "Pelanggar HAM" "Diskriminatif" dan "Manipulatif" maka hakekatnya mereka mengecap seseorang tersebut sebagai sesat atau kafir. Silahkan uji argumen dalam hal ini.






Islam Nusantara Aswaja - Jangan Mudah Menyesatkan dan Mengkafirkan:


Ada dua pengertian dalam hal ini dalam kontek tidak mudah mengkafirkan dan menyesatkan. Pertama, jangan mudah menyesatkan atau mengkafirkan dalam hal diri pribadi orang sebelum terjadi sebuah dialog dan pemahaman. Hati orang siapa yang tahu? Nah, dari sini juga termasuk jangan mudah "menuduh syiah", "menuduh wahabi" dan lainnya. Namun banyak yang mudah menuduh, maka ini bencana. Kedua, jangan mudah menyesatkan dan mengkafirkan dalam hal ajaran. Sekarang ini banyak ajaran yang mudah mengkafirkan dan menyesatkan ajaran lain walau hakekatnya mereka tidak menyesatkan atau mengkafirkan diri pribadi orang.






Islam Nusantara Aswaja - Ajaran Tauhid Pancasila:


Sila "Ketuhahan Yang Maha Esa", bila mendialogkan maka akan memunculkan siapa yang berhak menyandang gelar Tauhid Murni. Tidak bermaksud membeda-bedakan, namun bila mau mendialogkan maka akan mengetahui tentang pemilik keyakinan "Tauhid Murni". Bahkan orang Islam sendiri tidak menjamin memiliki "Tauhid Murni" bila ke-Esa-an Tuhan masih terbayangkan zatnya dengan sesuatu yang mereka yakini sebagai bagian dari zat Tuhan. Padahal ke-Esa-An Tuhan terlepas dari apa yang kita rasakan dan kita pikirkan. Sebagai contoh, mereka meyakini Tuhan memiliki jizim walau mereka meyakini kejisimannya terserah Tuhan itu sendiri. Jelas, terlintas tentang zat Tuhan seperti itu menimbulkan "Dualisme Ketuhanan" karena hakekat Tuhan tidak seperti yang kita pikirkan dan kita rasakan. Segala kesempurnaan adalah sifat Tuhan yang makna kesempurnaan tersebut tidak seperti yang kita pikirkan dan kita rasakan.
Share:

Islan Nusantara Aswaja - Bagian 1


Islan Nusantara Aswaja Menyambut Puasa Ramadhan:


Islam Nusantara bukan bermaksud mengotak-ngotak antar daerah dan negara. Cuma karena ada 2 kutub esktrim yaitu liberal dan radikal sehingga Islam Nusantara terkesan tertutup dan membeda-bedakan. Orang Islam Garis Radikal atau Liberal akan bingung sendiri memahami Islam Nusantara, karena keduanya sama-sama ektrim membahas "Islam Nusantara". Kalau orang yang berpegang pada Madzhab Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja), akan mudah memahami bagaimana Islam Nusantara. Karena Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah adalah sebuah konsep untuk Islam Nusantara. Berpuasalah walau berbeda-beda sesuai (walau tidak wajib) tradisi daerah masing-masing dengan tetap manut (taqlid) pada konsep Ahlussunnah Wal Jama'ah dan nenek moyangnya (Imam Madzhab).






Islam Nusantara Aswaja - Kejayaan Islam dan Pelajaran Ramadhan:


Lucu sekali dengan orang-orang yang selalu mengharapkan kejayaan Islam namun kejayaan Islam untuk sendiri dan keluarga tidak (kebanyakan) tidak terurus dengan benar. Islam itu terkhusus untuk dirinya sendiri, bukan hanya Islam untuk (kejayaan) Islam itu sendiri. Jelas, mereka cuma penghayal sejati karena konsep kejayaan Islam yang diharapkan belum dipahami dengan benar sesuai konsep yang Ahlussunnah Wal Jama'ah (Aswaja). Bila ingin mengetahui bagaimana kejayaan Islam, pelajari "Hikmah Ramadhan". Awalilah dengan puasa makanan dunia, dan makanlah makanan lezat akhirat. Karena, perjuangan diri pribadi kita, sehebat apapun kalau hanya mengikuti hawa nafsu maka akan menjadi sia-sia, sedikit saja mendapat manfaat. Nabi bersabda kurang lebih (lupa), "Saya tidak takut kaumku berbuat syirik, tetapi aku takut kaumku berebut dunia.", sebagai pemecah umat (tidak Aswaja).






Kejayaan Islam Nusantara Aswaja Di Bulan Ramadhan:


Sebenarnya saya tidak pantas berbicara "Kejayaan Islam". Sekaligus menyindir orang yang tidak suka secara radikal Islam Nusantara. Karena sejak dulu sampai sekarang, "Islam Selalu Jaya". Namun saya hanya ingin mengikuti perkataan sebagian orang dengan selalu berkata, "Kejayaan Islam Dulu dan Nanti". Padahal, lebih tepat adalah "Kejayaan Islam Muslim". Begitu juga maksud Islam Nusantara adalah "Budaya Muslim Nusantara". Bagaimana hubungannya kejayaan Islam dan bulan Ramadhan? Jelas ada hubungannya, karena Indonesia jaya merdeka dari penjajahan saat bulan Ramadhan. Nanti (diharapkan) kejayaan Islam berada di Nusantara (timur) di bulan Ramadhan pula. Apakah anda menunggu kejayaan (orang) Islam nanti? Nanti kapan? Kelamaan! Sukses, Jaya itu sekarang bukan nanti!






Islam Nusantara Aswaja - Budaya Masjid Nusantara Bernilai Islam:


Mendirikan masjid adalah anjuran agama. Namun tidak dijelaskan, bagaimana harus bentuk masjid. Maka, tidak harus masjid itu berbentuk seperti "Kubah Arab". Kalau diselidiki, bentuk kubah itu inpirasi dari bangunan gereja namun (sebagian) orang Indonesia menganggap itu "bangunan khas Islam". Kubah masjid bukan dari Islam tapi berasal dari budaya arsitektur timur tengah. Nah, dari sini Islam (orang) Nusantara bisa (tidak wajib) membangun masjid sesuai budaya arsitektur tiap daerah. Seperti masjid khas Sumatra, masjid khas Bali, masjid khas Jawa dan lainnya.






Islam Nusantara Aswaja - Rebana, Band Tabok Nusantara:


Rebana adalah alat musik yang mutlak "halal". Rebana sendiri artinya gendang pipih bundar yg dibuat dari tabung kayu pendek dan agak lebar ujungnya, pd salah satu bagiannya diberi kulit. Biasanya dibunyikan dengan tangan. Ini menginspirasikan alat-alat musik lainnya yang mengandalkan Tabokan (pukulan), baik dengan tangan atau dengan alat. Tidak hanya sejenis rebana (genjring, dll) yang menggunakan pukulan karena banyak sekali alat musik khas Indonesia untuk mendukung musik Islami. Walau musik rebana kalau digunakan untuk menyanyikan "Aku Ingin Pacaran" dengan berbahasa Arab, tetap saja tidak Islami.






Islam Nusantara Aswaja - Lantunan Al-Qur'an Gaya Nusantara:


Gaya bahasa Nusantara itu sangat unik dan variatif. Coba perhatikan gaya bahasa Jawa, Sunda, Sumatra, Bali, dan khususnya blok Buntet Pesantren Cirebon. Sangat variatif gaya bahasanya.Ini akan mempengaruhi mereka bagaimana dalam membaca Al-Qur'an. Tentu, tidak dilarang melantunkan Al-Qur'an sesuai gaya bahasa berbagai daerah Indonesia. Asal, menurut Buya Yahya (Penceramah di MNCTV), terpenuhinya tiga syarat: Hak huruf, hak tajwid dan mengikuti Qiro'ah Sab'ah. Tapi kalau tidak terpenuhinya tiga syarat tadi, yakin itu salah!






Islam NUsantara Aswaja - Tradisi Ngaji Pasaran Ramadhan:


Ngaji pasaran, saya kurang paham makna tradisi pasaran. Namun ngaji pasaran yang saya maksud adalah ciri khas Buntet Pesantren Cirebon. Biasanya ngaji pasaran akan berlangsung selama bulan Ramadhan. Ngaji pasaran dengan pesantren kilat memang tidak sama. Dalam ngaji pasaran tidak ada pemondokan. Yang ada adalah bergantian mengunjungi tempat pengajian. Sehingga pantas disebut ngaji pasaran karena warga Buntet Pesantren Cirebon akan (seperti) berkeliling mengunjungi tempat pengajian. Ada banyak asrama yang membuka (perdagangan) pengajian untuk mengajar kitab kuning dengan varian judul kitab yang dipimpin ustad atau kiai.






Islam Nusantara Aswaja - Melongok Tadarusan Berjama'ah:


Yang sudah menjadi tradisi orang Indonesia, bukan hanya hasil perpaduan budaya nusantara dan ajaran Islam. Namun juga berasal dari ajaran Islam yang sudah ditradisikan. Seperti tradisi tadarussan. Memang dibolehkan dalam Islam mengenai tadarusan berjama'han. Budaya khas lokal tidak ada di sini yang memadukan dengan ajaran Islam. Namun karena budaya tadarusan jama'ahan sudah mentradisi maka sudah dianggap salah satu budaya khas lokal. Tentu ada sedikit ke-khas-annya yaitu dilakukan saat sehabis tarawih secara berjamaah dan bergantian: pihak yang membaca dan pihak yang mendengarkan.






Islam Nusantara Aswaja - Jubah dan Jilbab Batik Khas Nusantara:


Bila ingin meniru penampilan Kanjeng Nabi, pakai Jubah. Saya tidak mengatakan bahwa yang Islami hanya baju jubah. Pakaian Islami adalah pakaian yang tidak membuka aurot, tidak merayang kelihatan aurotnya, tidak ada gambar yang diharamkan, dan lainnya. Kalau sekedar jubah, pastur juga pakai jubah. Cuma, kalau jubah pastur itu ada salibnya. Namun karena Nabi SAW memakai jubah, tentu dianjurkan memakai jubah sebagai cinta Nabi dari negeri Arab. Pakai jubah saja, tidak disebut cinta Nabi SAW, karena Abu Jahal juga pakai jubah. Nah, untuk ciri khas lokalnya, bisa membuat jubah batik yang gambarnya tidak terlarang. Contoh batik "Mega Mendung" khas Cirebon. Bagaimana batik jubah daerah anda?






Islam Nusantara Aswaja - Salawat dan Taradhi Di Sela-Sela Tarawih:


Orang NU atau orang yang masih sejalur dengan madzhab Aswaja, akan mengenal tradisi "Salawat dan Taradhi" di sela-sela salat Tarawih, sebagai pemanfaatan waktu istirahat sejenak yang bernilai Islam. Tradisi ini sudah menjadi tradisi Islam Nusantara, tradisi orang Muslim Nusantara yang bernilai Islam. Memang, tidak ada dalil khusus mengenai pembacaan solawat dan taradhi di sela-sela solat tarawih. Dalil yang dipakai adalah dalil umum mengenai pembacaan solawat, zikir dan mengenang sejarah terhadap 4 sahabat sebagai bukti bahwa 4 sahabat adalah khalifah Islam (tidak seperti Syiah).






Islam Nusantara Aswaja - Syair dan Musik Genjringan:


Saya belum pernah tahu jenis musik hadroh, sejenis musik rebana (Atau kalau orang Buntet Pensantren bilang musik Genjingan), yang gaya suaranya mirip musik blok Buntet Pesantren Cirebon. Berbeda sekali musik genjringan dengan musik hadroh pada umumnya. Biasanya, musik genjringan ini dipentaskan sambil bersyair (solawat) ketika ada "Pengantenan" sehingga si penganten pria "Diring" (digiring, di iring) menuju tempat pelaminan. Sering juga digunakan ketika Khatam Al-Qur'an di bulan puasa, acara puputan (akekahan), acara mudun lemah, dan acara-acara lainnya.






Islam Nusantara Aswaja - Budaya Mudik Khas Nusantara:


Banyak cara dan waktu untuk bersilaturahmi (Ziarah) dengan keluarga, saudara dan teman. Namun yang unik di negeri Indonesia ini adalah bersilaturahmi ketika datang hari Raya Besar. Bahasa silaturahmi yang sering dikenal ketika menyambut hari raya adalah "Mudik" alias pulang kampung. Memang di berbagai negara pun ada, namun yang paling populer adalah mudik di Indonesia. Tentu, ini sebuah silaturahmi yang diajarkan dalam Islam namun tetap dalam khas Nusantara.






Islam Nusantara Aswaja - Tabur Bunga Ziarah Ramadhan:


Kalau di bulan Ramadhan, banyak sekali bermunculan penzirah. Kalau di hari biasa, paling hanya beberapa orang yang berziarah. Tentu, penghususan ini hanya sekedar tradisi bukan bagian dari ibadah. Sehingga hukumnya tidak wajib atau sunnah. Sebagian muslim menolak penghususan waktu dalam ibadah walau pada dasarnya mereka juga melakukannya (ta'lim hari tertentu). Dalam berziarah, sering orang-orang itu menabur bunga. Hal ini tidak dilarang dan merupakan bagian dari tradisi Muslim Nusantara, Indonesia. Hanya saja, perlu ada pengetahuan bahwa menabur bunga adalah untuk mewangikan lingkungan makam dan agar bunga segar itu berzikir diatas kuburan sehingga diharapkan si mayit mendapatkan keringanan siksa, ampunan atau tambah kenikmatan.






Islam Nusantara Aswaja - Niat Berjama'ah Setelah Tarawih:


Apakah anda tahu sumber pembicaraan dari mana? Apakah bisa mulut berbicara namun hati tidak membicarakannya? Sumber pembicaraan adalah dari hati dan hati tentu bertingkat-tinggkat. Tingkat hati sadar (terbantu dengan pikiran) adalah untuk niat. Nah, bila membahas niat, maka sumber niat itu dari hati (sadar) walau kita mengucapkan keras-keras. Sebagian muslim salah kaprah berucap, "Niat itu di hati bukan dimulut". Itu betul, tetapi sumber ucapan itu darimana? Nah, tradisi Muslim Nusantara (termasuk tradisi niat tidak diucapkan) setelah selesai tarawih biasanya membaca niat dengan bersuara yang dipandu imam tarawih. Ada manfaatnya yaitu untuk mengingatkan orang yang lupa niat. Ingat! Harus diutarakan niatnya karena kita menganut Madzhab Syafi'i.






Islam Nusantara Aswaja - Puasa Mutih Tirakat Sufi:


Bagi yang mau belalar Ilmu Hikmah, biasanya akan berpuasa mutih. Puasa mutih adalah bentuk "ta'waful" yaitu dengan memakan nasi putih tanpa lauk. Tujuannya sebagai doa agar hati putih seperti nasi, plus sebagai latihan zuhud. Tentu ini boleh-boleh saja bahkan dianjurkan bagi orang yang terkena penyakit rakus. Namun sayangnya, sebagian muslim salah kaprah dalam berpuasa mutih. Puasa yang wajar saja jangan melanggar hukum puasa. Padahal puasa mutih ini untuk kegiatan tirakat dalam meningkatkan kedekatan dengan Allah bukan untuk meningkatkan hal yang berbau dunia. Bila ingin praktek puasa mutih untuk ilmu hikmah, sebaiknya harus belajar dunia tasawuf. Ilmu hikmah tanpa nilai tasawuf seperi ada bara dalam badan, hawa selalu panas.






Islam Nusantara Aswaja - Puasa Mati Geni Tirakat Sufi:


Sama hakekatnya dengan puasa mutih. Mati geni artinya, menurut saya, adalah melemahkan, mengguyur kobaran hawa nafsu yang sampai selalu berbuat mungkar, jahat. Karena puasa adalah untuk melemahkan hawa nafsu, tentu puasa mati geni sama dengan puasa pada umumnya. Hal yang bisa dilakukan tentu dengan cara puasa mutih namun dilengkapi dengan puasa untuk melemahkan nafsu yang selalu mengajak kemungkaran. Puasa ini cocok dilakukan untuk orang-orang yang sulit berbuat baik dan selalu mengajak kemungkaran, kejahatan. Tentu bisa dilakukan untuk preman yang tobat agar jiwa premannya melemah.






Islam Nusantara Aswaja - Puasa Mati Suara Tirakat Sufi:


Wanita-wanita yang suka menggosip membicarakan orang lain, bisa melakukan puasa mati suara. Memang berat, karena wanita itu karakternya doyan ngomong. Tentu, maksud melakukan mati suara adalah tidak membicarakan yang tidak penting bahkan yang menimbulkan dosa. Kalau bicara biasa seperti melantunkan al-Qur'an, tentu boleh-boleh saja bahkan dianjurkan dalam proses menjalankan puasa mati suara. Hal yang dilakukan adalah berpuasa biasa pada umumnya, namun ditambah dengan berpuasa suara dari suara yang negatif.
Share:

Entri Populer

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.